
![]() |
Komisioner KPU Kabupaten Bima |
AMCONEWS - Bima – Skandal dugaan korupsi yang menyeret lima komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima, termasuk Ketua KPU Ady Supriadin, kini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Anggaran hibah sebesar Rp27,4 miliar, yang seharusnya digunakan untuk menyelenggarakan Pilkada dengan jujur dan transparan, justru diduga menjadi ajang bancakan oleh para oknum penyelenggara pemilu. Hingga saat ini, Ketua KPU Bima memilih tutup mulut, menambah kecurigaan publik akan keterlibatan para komisioner dalam dugaan penyimpangan dana tersebut.
Anggaran Rakyat untuk Pemilu Diduga Disalahgunakan
Kasus ini mulai mencuat setelah berbagai pihak, termasuk pengamat politik dan aktivis pemilu, mempertanyakan transparansi penggunaan dana hibah untuk Pilkada. Dana hibah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bima tersebut seharusnya dialokasikan untuk berbagai kebutuhan teknis dan operasional dalam penyelenggaraan Pilkada. Namun, sejumlah laporan dan hasil audit awal mengindikasikan adanya penyelewengan dalam pengelolaan anggaran yang melibatkan petinggi KPU Bima.
Dugaan penyimpangan ini mencakup beberapa temuan, di antaranya:
- Penggunaan anggaran yang tidak jelas peruntukannya, dengan aliran dana yang mencurigakan.
- Tidak adanya transparansi dalam laporan keuangan terkait penggunaan hibah Pilkada.
- Indikasi penggelembungan anggaran untuk kebutuhan yang tidak riil dalam penyelenggaraan pemilu.
- Dugaan keterlibatan lima komisioner KPU Bima, termasuk Ketua KPU, dalam keputusan pengelolaan dana yang tidak akuntabel.
Hingga kini, Ady Supriadin dan jajaran KPU Bima belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan skandal ini. Publik semakin mempertanyakan komitmen KPU dalam menjaga integritas pemilu jika lembaga penyelenggaranya sendiri diduga melakukan penyalahgunaan anggaran.
Ketua KPU Bima Bungkam, Publik Geram
Saat awak media mencoba mengonfirmasi langsung kepada Ketua KPU Bima Ady Supriadin, yang bersangkutan enggan memberikan keterangan. Sikap diam ini justru memunculkan banyak spekulasi di tengah masyarakat. Pasalnya, jika merasa tidak bersalah, semestinya KPU Bima segera memberikan klarifikasi dan membuka laporan keuangan mereka secara transparan.
"Kalau memang tidak ada penyelewengan, seharusnya Ketua KPU Bima menjelaskan ke publik. Sikap diam ini justru semakin menguatkan dugaan bahwa ada yang tidak beres dalam penggunaan anggaran tersebut," ujar salah satu aktivis pemilu yang turut mengawasi kasus ini.
Sikap tertutup ini semakin memicu kemarahan masyarakat, terutama warga Kabupaten Bima yang menaruh harapan besar pada proses demokrasi yang bersih dan bebas dari kepentingan pribadi para pejabat. Warga juga menuntut agar kasus ini segera diusut tuntas oleh aparat penegak hukum, mengingat angka yang terlibat dalam dugaan penyimpangan ini tidaklah kecil.
Desakan dari Berbagai Pihak: KPK Harus Turun Tangan!
Sejumlah LSM, akademisi, dan pengamat politik mulai angkat bicara dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta aparat penegak hukum lainnya untuk segera mengusut skandal ini. Mereka menilai bahwa dugaan korupsi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena jika terbukti, ini merupakan bentuk penghianatan terhadap demokrasi yang mencederai hak rakyat dalam mendapatkan pemilu yang jujur dan adil.
Masyarakat berharap agar aparat hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian, bisa segera mengusut aliran dana hibah tersebut. Jika terbukti ada penyimpangan, maka semua pihak yang terlibat, tanpa terkecuali, harus bertanggung jawab di hadapan hukum.
"Kami meminta KPK segera turun tangan karena kasus ini menyangkut kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu. Jika benar ada korupsi, maka ini adalah kejahatan yang merusak demokrasi dan tidak bisa ditoleransi," ujar seorang aktivis yang menyoroti kasus ini.
Desakan juga datang dari sejumlah akademisi yang menilai bahwa dugaan penyalahgunaan dana hibah Pilkada ini bisa menjadi preseden buruk bagi penyelenggaraan pemilu di daerah lain. Jika tidak ditindak tegas, bukan tidak mungkin praktik serupa akan terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Skandal Ini Bisa Mengancam Kepercayaan Publik terhadap Pemilu 2024
Kasus dugaan korupsi di tubuh KPU Bima ini menjadi peringatan keras bagi sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Jika benar lima komisioner KPU, termasuk Ketua KPU Ady Supriadin, terlibat dalam skandal ini, maka ada kemungkinan praktik korupsi ini telah berlangsung secara sistematis dan melibatkan lebih banyak pihak.
Kepercayaan masyarakat terhadap KPU sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu bisa runtuh jika kasus ini tidak ditangani dengan serius. Hal ini bisa berdampak buruk pada Pilkada 2024 dan Pemilu mendatang, di mana masyarakat akan semakin skeptis terhadap integritas penyelenggara pemilu.
Apakah kelima komisioner KPU Bima akan terbukti bersalah? Akankah kasus ini diusut hingga ke akar-akarnya? Ataukah akan berakhir seperti banyak kasus korupsi lainnya yang menguap tanpa kejelasan?
Masyarakat kini menantikan langkah tegas dari aparat hukum. Semua mata tertuju pada perkembangan kasus ini, dan publik berharap agar hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.