
![]() |
Ilustrasi/ net |
AMCONEWS - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini menyoroti defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 sebesar Rp 616,2 triliun yang akan menyulitkan pemerintahan Prabowo.
“Ini sangat besar dan mau tidak mau harus ditambal dengan utang. Selama 10 tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini kebijakan utang memang ugal-ugalan, sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintah Prabowo,” kata Didik dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/8/2024).
Sementara Riza Annisa Pujarama, peneliti makroekonomi dan finansial Indef, dalam diskusi RAPBN yang disiarkan Minggu, memperhatikan rasio hutang yang meningkat 39,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Total hutang pemerintah dalam laporan APBN tersebut Rp8.353 triliun.
Riza menyatakan hutang jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintahan baru Prabowo - Gibran nanti sebesar Rp800,33 triliun. Jika ditambah bunganya Rp552,85 triliun, maka total Rp1.353,1 triliun pembayaran hutang pada tahun pertama pemerintahan Prabowo.
Dengan situasi demikian ia yakin kedepan Prabowo akan menarik hutang lagi, dan ini yang berbahaya. "Imbal hasil dari penarikan utang kita sangat tinggi,” kata Riza.
Apalagi pada APBN 2025 ditargetkan defisit sebesar 2,53 persen atau Rp616,2 triliun.
"Jadi, di APBN 2024 itu defisitnya 2,29 persen, tapi di outlook (2024) naik jadi 2,7 persen. Kita masih bergantung pada utang," lanjutnya.
Riza juga mengkritisi bond yield Indonesia yang paling tinggi di Asean dan tertinggi nomor dua di Asia dengan angka 6.7070 yield. Pemerintah harus menurunkan bond yield ini supaya tidak memberatkan.
“Ini yang memberatkan di masa depan untuk penarikan utang lebih banyak,” kata dia. []