
Pemerintah ingin agar masyarakat mengurangi konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) sehingga bisa menurunkan prevalensi penyakit tidak menular (PTM). Untuk itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan langkah yang tepat adalah mengedukasi konsumen atau masyarakat, bukan naikkan cukai.
"Kalau konsumennya tidak bisa mengendalikan sendiri, tidak sadar akan kesehatan sendiri, percuma, ini yang menurut kita harus diantisipasi," kata Adhi Lukman di Bogor, Kamis (8/8/2024).
Lukman mengkhawatirkan kenaikan cukai pada produk mamin menurunkan daya beli masyarakat, sehingga berdampak pada kontribusi sektor tersebut terhadap pemajuan ekonomi nasional.
Sebagai komitmen pada kesehatan konsumen, kata Lukman, pihaknya sudah melakukan reformulasi produk makanan dan minuman yang banyak mengurangi kadar gula dalam satu kemasan, serta telah menerapkan logo pilihan lebih sehat (Healthier choice) bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Bahkan ada produk-produk yang ekstrem yang tanpa gula sama sekali. Tapi ujung-ujungnya di warung-warung itu ditambahkan gula sendiri, jadi minuman-minuman yang tanpa gula itu ditambahkan gula sendiri oleh konsumennya, oleh warungnya," paparnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengatakan penerapan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dinilai berdampak tak baik pada industri kecil menengah (IKM) dalam negeri, karena bisa menaikkan harga produk, serta mengurangi pendapatan pedagang kecil.
Analisa harga Kemenperin menyatakan jika cukai diterapkan sebesar Rp1.771/liter, maka potensi kenaikan harga produk mencapai 6-15 persen. Padahal 60-70 persen penjualan produk minuman dilakukan melalui saluran pasar tradisional, seperti pedagang kecil dan warung.[]