
AMCONEWS - Pemerintah harus segera menerapkan perlindungan berlapis bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri dari serbuan produk impor.
Desakan itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja.
Menurutnya perlindungan itu berupa kebijakan tarif dan nontarif. Kebijakan tarif berupa pemberlakuan bea masuk tambahan berupa bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (BMTP). Sedangkan nontarif berupa ketentuan label, baik SNI Wajib maupun pendaftaran label.
"Industri tekstil terpukul karena impor. Karena itu, nontariff barrier memang mendesak dilakukan, selain yang tariff barrier seperti antidumping dan safeguard (tindakan pengamanan perdagangan)," kata Jemmy, dikutip Jumat (30/8/2024).
Jemmy mengungkapkan, kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri masih tertekan. Tren pemangkasan produksi masih berlanjut. Kondisi itu tidak hanya dialami industri TPT hilir seperti garmen, tapi juga di sektor hulu seperti kain dan benang. Penurunan itu terlihat dalam laporan, terjadi dari bulan Juli.
Dia mengusulkan pemberlakuan aturan baru soal merek baju impor sembari menunggu pemberlakuan SNI (Standar Nasional Indonesia).
"Yang bisa dilakukan sekarang itu mewajibkan semua merek baju impor wajib terdaftar. Memang ada puluhan ribu merek, tapi saya yakin pemerintah bisa memberlakukan itu. Bea dan Cukai pasti bisa, tidak akan memicu penumpukan saat pemeriksaan," kata Jemmy.
Ia ingin semua brand masuk RI harus ikut daftar di RI. Tujuannya melindungi kualitas produk kepada konsumen.
"Contoh produk baju kualitas ngga baik, brand ini diedarkan oleh siapa, impor siapa, dan luar produksi siapa kan, sekarang ngga ada," tukasnya.
Jemmy mengingatkan pemerintah agar tidak lupa melindungi pasar dalam negeri meski tengah mengejar banyak perjanjian dagang demi mengekspor banyak produk ke luar negeri. []
Cr: CNBC